span.fullpost {display:inline;}

Kamis, 17 Juli 2008

BENTUK KEMITRAAN DALAM SISTEM EKONOMI SYARIAH

Sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia pada umumnya yang memegang
adat-budaya dengan berlandaskan kepada agama Islam, maka perlu rasanya
mengkaji Sistem Ekonomi Syariah, khususnya pola kemitraan bagi hasil sebagai
alternatif pemodalan usaha.

Kekuatan dan vitalitas suatu kelompok masyarakat sangat bergantung
kepada kemampuannya memenuhi kebutuhan-kebutuhan terhadap barang dan jasa
bagi para anggotanya dan masyarakat-masyarakat lainnya. Produksi dan
distribusi barang dan jasa menuntut sumber-sumber daya bukan saja keuangan,
tetapi juga keahlian dan manajemen. Tidak setiap orang dibekali
sumber-sumber daya dengan suatu kombinasi optimal. Oleh karena itu, mutlak
menghimpun semua sumber daya yang tersedia untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Penghimpunan sumber-sumber daya ini harus
diorganisasikan dalam suatu cara yang saling menguntungkan atau altuaristis
dengan konsep kemitraan yang sejajar di antara masing-masing pihak.

Dalam Sistem Ekonomi Syariah dikenal beberapa bentuk kemitraan dalam
berusaha, namun yang umum dikenal ada 2 (dua), yaitu Mudharabah dan
Musyarakah.

1. Mudharabah (Kerjasama Mitra Usaha)
Mudharabah adalah sebuah bentuk kemitraan di mana salah satu mitra, yang
disebut "shahibul-maal" atau "rabbul-maal" (penyedia dana) yang menyediakan
sejumlah modal tertentu dan bertindak sebagai mitra pasif, sedangkan mitra
yang lain disebut "mudharib" yang menyediakan keahlian usaha dan manajemen
untuk menjalankan ventura, perdagangan, industri atau jasa dengan tujuan
mendapatkan laba.[1] Mudharib merupakan orang yang diberi amanah dan juga
sebagai agen usaha. Sebagai orang yang diberi amanah, ia dituntut untuk
bertindak hati-hati dan bertanggung jawab terhadap kerugian yang terjadi
karena kelalaiannya. Sebagai agen usaha, ia diharapkan mempergunakan dan
mengelola modal sedemikian rupa untuk menghasilkan laba optimal bagi usaha
yang dijalankan tanpa melanggar nilai-nilai Syariah Islam. Perjanjian
mudharabah dapat juga dilakukan antara beberapa penyedia dana dan pelaku
usaha.

Sedangkan secara ringkas, di dalam Ensiklopedia Hukum Islam, mudharabah
dapat diartikan sebagai pemilik modal menyerahkan modalnya kepada pekerja/
pedagang untuk diusahakan/ dikelola sedangkan keuntungan dagang itu dibagi
menurut kesepakatan bersama.[2] Mudharabah dalam bahasa teknis keuangan
dikenal dengan istilah Kerjasama Mitra Usaha dan Investasi atau Trust
Financing, Trust Investment.[3]

Secara umum, mudharabah terbagi atas dua jenis, yaitu mudharabah
muthlaqah dan mudharabah muqayadah.
1. Mudharabah Muthlaqah
Adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal (penyedia dana) dengan
mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi
jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. Penyedia dana melimpahkan kekuasaan
yang sebesar-besarnya kepada mudharib untuk mengelola dananya.
2. Mudharabah Muqayyadah
Adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah, di mana mudharib dibatasi
dengan batasan jenis usaha, waktu, dan tempat usaha yang telah diperjanjikan
di awal akad kerjasama.

Pembagian laba antara penyedia dana dengan mudharib harus berdasarkan
suatu proporsi yang adil dan telah disepakati sebelumnya dan secara
eksplisit disebutkan dalam perjanjian mudharabah. Pembagian laba tidak boleh
dilakukan sebelum kerugian yang ada ditutupi dan modal awal dikembalikan
kepada penyedia dana. Setiap distribusi laba sebelum pentupan perjanjian
mudharabah dipandang sebagai utang. Jika mudharabah tidak ditentukan batas
waktu atau berterusan, diperbolehkan menunjuk secara khusus periode
perhitungan yang disepakati bersama dalam pembagian laba, dengan melihat
masing-masing periode secara independen, dan jika terjadi kerugian pada
periode tertentu dapat ditutupi dengan menggunakan laba dalam periode yang
akan datang sampai persetujuan mudharabah berakhir. Karena itu, dalam hal
mudharabah yang berterusan, diperlukan untuk menyisihkan cadangan dari
sebagian laba untuk menggantikan kerugian yang mungkin timbul di suatu
periode.

Semua kerugian yang terjadi dalam perjalanan bisnis harus ditutup dengan
laba sebelum ditutup oleh ekuitas penyedia dana. Prinsip umum dalam
mudharabah adalah penyedia dana hanya menanggung resiko modal, sedangkan
mudharib hanya menanggung resiko waktu dan usahanya.

Liabilitas penyedia dana dalam kontrak mudharabah terbatas pada
kontribusinya dalam menyediakan modal awal,tidak lebih dari itu. Sang
Mudharib tidak diperbolehkan melakukan bisnis mudharabah untuk jumlah yang
lebih besar dari modal yang diberikan oleh penyedia dana. Jika ia
melakukannya atas dasar kemauannya sendiri, maka mudharib berhak mendapatkan
laba itu dari usaha itu dan juga menanggung kerugian yang timbul.

Mudharabah akan berakhir setelah selesai proyek yang dikerjakan atau
batas waktu yang ditentukan telah berlalu, atau kematian salah satu pihak,
atau pengumuman dari salah satu pihak untuk mengundurkan diri dari
mudharabah dengan niat membubarkannya.


Penulis: MERZA GAMAL (Pengkaji Sosial Ekonomi Islami)


1 Komentar:

Blogger walliequattlebaum mengatakan...

The finest Titanium teeth dog
The nano titanium ionic straightening iron finest Titanium teeth dog. From our range, in our titanium granite range at Titanium Spins, our titanium rings for men spille columbia titanium boots level will provide price of titanium you with an unparalleled

5 Maret 2022 pukul 06.52  

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda