span.fullpost {display:none;}

Kamis, 17 Juli 2008

APLIKASI AKAD SYARIAH DALAM BISNIS


Read more!
Dikontribusi oleh MERZA GAMAL
Saturday, 07 July 2007
Terakhir di Update Saturday, 07 July 2007

Al Quran sebagai pegangan hidup umat Islam telah mengatur kegiatan bisnis secara eksplisit, dan memandang bisnis sebagai sebuah pekerjaan yang menguntungkan dan menyenangkan, sehingga Al Quran sangat mendorong dan memotivasi umat Islam untuk melakukan transaksi bisnis dalam kehidupan mereka. Al Quran mengakui legitimasi bisnis dan juga memaparkan prinsip-prinsip dan petunjuk-petunjuk dalam masalah bisnis antar individu maupun kelompok.

Al Quran mengakui hak individu dan kelompok untuk memiliki dan memindahkan suatu kekayaan secara bebas dan tanpa paksaan. Al Quran mengakui otoritas deligatif terhadap harta yang dimiliki secara legal oleh seorang individu atau kelompok. Al Quran memberikan kemerdekaan penuh untuk melakukan transaksi apa saja, sesuai dengan yang
dikehendaki dengan batas-batas yang ditentukan oleh Syariah. Kekayaan dianggap sebagai sesuatu yang tidak bisa diganggu gugat dan tindakan penggunaan harta orang lain dengan cara tidak halal atau tanpa izin dari pemilik yang sah merupakan hal yang dilarang. Oleh karena itu, penghormatan hak hidup, harta dan kehormatan merupakan kewajiban agama sebagaimana terungkap dalam Surah An Nisaa’ ayat 29.

Pengakuan Al Quran terhadap pemilikan harta benda, merupakan dasar legalitas seorang Muslim untuk mengambil keputusan yang berhubungan dengan harta miliknya, apakah dia akan menggunakan, menjual atau menukar harta miliknya dengan bentuk kekayaan yang lain. Al Quran memberikan kebebasan berbisnis secara sempurna, baik yang
bersifat internal maupun eksternal. Pembatasan dalam hal keuangan dan kontrol pertukaran juga dibebaskan, karena hal itu menyangkut kebebasan para pelaku bisnis. Kompetensi terbuka didasarkan pada hukum natural dan alami, yakni berdasarkan penawaran dan permintaan (supply dan demand).

Akan tetapi perlu diingat bahwa legalitas dan kebebasan di atas, jangan diartikan dapat menghapuskan semua larangan tata aturan dan norma yang ada di dalam kehidupan berbisnis. Seorang Muslim diwajibkan melaksanakan secara penuh
dan ketat semua etika bisnis yang ditata oleh Al Quran pada saat melakukan semua transaksi, yakni:
1. Adanya ijab qabul (tawaran dan penerimaan) antara dua pihak yang melakukan transaksi;
2. Kepemilikan barang yang ditransaksikan itu benar dan sah
3. Komoditas yang ditransaksikan berbentuk harta yang bernilai
4. Harga yang ditetapkan merupakan harga yang potensial dan wajar
5. Adanya opsi bagi pembeli untuk membatalkan kontrak saat jika mendapatkan kerusakan pada komoditas yang akan diperjualbelikan (Khiyar Ar-Ru’yah)
6. Adanya opsi bagi pembeli untuk membatalkan kontrak yang terjadi dalam jangka waktu tertentu yang disepakati oleh kedua belah pihak (Khiyar Asy- Syarth)

Meskipun dalam melak ukan transaksi bisnis, seorang Muslim harus juga memperhatikan keadilan sosial bagi masyarakat luas. Ajaran Al Quran yang menyangkut keadilan dalam bisnis dapat dikategorikan menjadi dua, yakni bersifat imperatif (perintah) dan berbentuk perlindungan.

Salah satu ajaran Al Quran yang paling penting dalam masalah pemenuhan janji dan kontrak adalah kewajiban menghormati semua kontrak dan janji, serta memenuhi semua kewajiban. Al Quran juga mengingatkan bahwa setiap orang akan dimintai pertanggungjawabannya dalam hal yang berkaitan dengan ikatan janji dan kontrak yang dilakukannya sebagaimana terdapat dalam Surah Al Israa’ ayat 34. Hal ini merupakan bukti nyata bahwa Al Quran menginginkan keadilan terus ditegakkan dalam melakukan semua kesepakatan yang telah disetujui.

Kepercayaan konsumen memainkan peranan yang vital dalam perkembangan dan kemajuan bisnis. Itulah sebabnya mengapa semua pelaku bisnis besar melakukan segala daya upaya untuk membangun kepercayaan konsumen. Al Quran berulangkali menekankan perlunya hal tersebut, melalui ayat-ayat yang memerintahkan umat Islam untuk menimbang dan mengukur dengan cara yang benar dan akurat, dan memperingatkan dengan keras siapa saja yang
melakukan kecurangan akan mendapat konsekuensi yang pahit dan getir dari Allah SWT.

Dalam membangun sebuah usaha, salah satu yang dibutuhkan adalah modal. Modal dalam pengertian ekonomi Syariah bukan hanya uang, tetapi meliputi materi baik berupa uang ataupun materi lainnya, serta kemampuan dan kesempatan. Berbagai macam bentuk akad muamalah terdapat dalam Ekonomi Syariah guna membangun sebuah usaha, yakni
antara lain sebagaimana yang dipaparkan secara singkat berikut ini.

AL MUSYARAKAH (Kerjasama Modal Usaha)
Al Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dan masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.

Al Musyarakah dalam aplikasi lembaga keuangan Syariah dapat berbentuk:
- Pembiayaan Proyek, yaitu pelaku usaha dan Lembaga Keuangan Syariah (selaku pemodal) sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut. Setelah proyek selesai, nasabah mengembalikan dana yang digunakan beserta bagi hasil yang telah disepakati di awal perjanjian (ijab-kabul).
- Modal Ventura, yakni penanaman modal dilakukan oleh lembaga keuangan Syariah untuk jangka waktu tertentu, dan setelah itu lembaga keuangan tersebut melakukan divestasi atau menjual bagian sahamnya kepada pemegang saham perusahaan.

AL MUDHARABAH (Kerjasama Mitra Usaha dan Investasi)
Al Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dengan ketentuan pihak pertama (shahibul maal)
menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola, dan keuntungan usaha dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak.
Aplikasi Al Mudharabah dalam pembiayaan Lembaga Keuangan Syariah adalah berbentuk:
- Pembiayaan Modal Kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa;
- Investasi Khusus, disebut juga “mudharabah muqayyadah”, adalah pembiayaan dengan sumber dana khusus, di luar dana nasabah penyimpan biasa, yang digunakan untuk proyek-proyek yang telah ditetapkan oleh nasabah investor (shahibul maal).

AL MURABAHAH (Jual Beli dengan Pembayaran Tangguh)
Al Murabahah adalah jual-beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati dengan ketentuan penjual harus memberitahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan (margin) sebagai tambahannya.
Dalam transaksi Al Murabahah harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
- Penjual memberitahu biaya modal kepada nasabah;
- Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang telah ditetapkan;
- Kontrak harus bebas dari riba;
- Penjual harus menjelaskan kepada pembeli jika terjadi cacat atas barang setelah pembelian;
- Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian.
Aplikasi Al Murabahah pada Lembaga Keuangan Syariah adalah untuk pembiayaan pembelian barang-barang investasi.
Al Murabahah adalah kontrak untuk sekali akad (one short deal), sehingga kurang tepat jika digunakan untuk pembiayaan modal kerja.

BAI’ AS SALAM (Pesanan Barang dengan Pembayaran di Muka)
Bai’ as salam berarti pemesanan barang dengan persyaratan yang telah ditentukan dan diserahkan kemudian
hari, sedangkan pembayaran dilakukan sebelum barang diterima.
http://kasei-unri.org Powered by Joomla! Generated: 13 November, 2007, 14:46

Kajian Studi Ekonomi Islam
Dalam transaksi Bai’ as Salam harus memenuhi 5 (lima) rukun yang mensyaratkan harus ada pembeli, penjual, modal (uang), barang, dan ucapan (sighot).
Bai’ as Salam berbeda dengan ijon, sebab pada ijon, barang yang dibeli tidak diukur dan ditimbang secara jelas dan spesifik, dan penetapan harga beli sangat tergantung kepada keputusan si tengkulak yang mempunyai posisi lebih kuat. Aplikasi Bai’ as Salam pada Lembaga Keuangan Syariah biasanya dipergunakan pada pembiayaan bagi petani dengan jangka waktu yang relatif pendek, yaitu 2-6 bulan. Lembaga Keuangan dapat menjual kembali barang
yang dibeli kepada pembeli kedua, misalnya kepada Bulog, Pedagang Pasar Induk, atau Grosir. Penjualan kembali kepada pembeli kedua ini dikenal dengan istilah “Salam Paralel”.

BAI’ AL ISTISHNA’ (Jual Beli Berdasarkan Pesanan)
Transaksi Bai’ al Istishna merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang melalui pesanan, pembuat barang berkewajiban memenuhi pesanan pembeli sesuai dengan spesifikasi yang telah disepakati. Pembayaran dapat dilakukan di muka, melalui cicilan, atau ditangguhkan sampai batas waktu yang telah ditentukan.

Dalam sebuah kontrak Bai’ al Istishna, pembeli dapat mengizinkan pembuat barang menggunakan sub kontraktor untuk melaksanakan kontrak tersebut. Dengan demikian, pembuat barang dapat membuat kontrak istishna kedua untuk memenuhi kewajibannya pada kontrak pertama. Kontrak seperti ini dikenal sebagai “Istishna’
Paralel”

AL IJARAH (Sewa/ Leasing)
Al Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui pembayaran sewa tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (Ownership) atas barang itu sendiri. Dalam perkembangannya kontrak Al Ijarah dapat pula dipadukan dengan kontrak jual-beli yang dikenal dengan istilah “sewa-beli” yang artinya akad sewa yang
diakhiri dengan kepemilikan barang oleh si penyewa pada akhir periode penyewaan.
Dalam aplikasi, Al Ijarah dapat dioperasikan dalam bentuk operating lease maupun financial lease, namun pada umumnya Lembaga Keuangan biasanya menggunakan Al Ijarah dalam bentuk sewa-beli karena lebih sederhana dari sisi pembukuan, dan Lembaga Keuangan tidak direpotkan untuk pemeliharaan asset, baik saat leasing ataupun sesudahnya.

QARD AL HASAN (Pinjaman Kebajikan)
Qard adalah akad yang dikhususkan pada pinjaman dari harta yang terukur dan dapat ditagih kembali serta merupakan akad saling Bantu-membantu dan bukan merupakan transaksi bisnis secara komersial. Salah satu fungsi Lembaga Keuangan Syariah adalah ikut serta dalam kegiatan sosial, yang diaplikasikan dengan menyalurkan dana dalam bentuk qard dari dana yang dihimpun dari hasil zakat, infaq, dan sadaqah. Qard al Hasan adalah produk perbankan syariah untuk nasabah yang membutuhkan dana untuk keperluan mendesak dengan kriteria tertentu dan bukan untuk tujuan konsumtif. Pengembalian pinjaman ditentukan dalam jangka waktu
tertentu dan dapat dikembalikan sekaligus atau diangsur tanpa tambahan atas dana yang dipinjam.

Dengan demikian, dapat kita lihat, bahwa dalam sistem ekonomi syariah mempunyai produk yang jauh lebih lengkap dari Lembaga Keuangan yang berdasarkan ekonomi Konvensional, karena semata-mata hanya menggunakan akad pinjam meminjam dan mengandalkan pendapatannya dari nilai waktu atas uang yang dipinjamkannya kepada nasabah (debitur)
bank tersebut.

BENTUK KEMITRAAN DALAM SISTEM EKONOMI SYARIAH


Read more!
Sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia pada umumnya yang memegang
adat-budaya dengan berlandaskan kepada agama Islam, maka perlu rasanya
mengkaji Sistem Ekonomi Syariah, khususnya pola kemitraan bagi hasil sebagai
alternatif pemodalan usaha.

Kekuatan dan vitalitas suatu kelompok masyarakat sangat bergantung
kepada kemampuannya memenuhi kebutuhan-kebutuhan terhadap barang dan jasa
bagi para anggotanya dan masyarakat-masyarakat lainnya. Produksi dan
distribusi barang dan jasa menuntut sumber-sumber daya bukan saja keuangan,
tetapi juga keahlian dan manajemen. Tidak setiap orang dibekali
sumber-sumber daya dengan suatu kombinasi optimal. Oleh karena itu, mutlak
menghimpun semua sumber daya yang tersedia untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Penghimpunan sumber-sumber daya ini harus
diorganisasikan dalam suatu cara yang saling menguntungkan atau altuaristis
dengan konsep kemitraan yang sejajar di antara masing-masing pihak.

Dalam Sistem Ekonomi Syariah dikenal beberapa bentuk kemitraan dalam
berusaha, namun yang umum dikenal ada 2 (dua), yaitu Mudharabah dan
Musyarakah.

1. Mudharabah (Kerjasama Mitra Usaha)
Mudharabah adalah sebuah bentuk kemitraan di mana salah satu mitra, yang
disebut "shahibul-maal" atau "rabbul-maal" (penyedia dana) yang menyediakan
sejumlah modal tertentu dan bertindak sebagai mitra pasif, sedangkan mitra
yang lain disebut "mudharib" yang menyediakan keahlian usaha dan manajemen
untuk menjalankan ventura, perdagangan, industri atau jasa dengan tujuan
mendapatkan laba.[1] Mudharib merupakan orang yang diberi amanah dan juga
sebagai agen usaha. Sebagai orang yang diberi amanah, ia dituntut untuk
bertindak hati-hati dan bertanggung jawab terhadap kerugian yang terjadi
karena kelalaiannya. Sebagai agen usaha, ia diharapkan mempergunakan dan
mengelola modal sedemikian rupa untuk menghasilkan laba optimal bagi usaha
yang dijalankan tanpa melanggar nilai-nilai Syariah Islam. Perjanjian
mudharabah dapat juga dilakukan antara beberapa penyedia dana dan pelaku
usaha.

Sedangkan secara ringkas, di dalam Ensiklopedia Hukum Islam, mudharabah
dapat diartikan sebagai pemilik modal menyerahkan modalnya kepada pekerja/
pedagang untuk diusahakan/ dikelola sedangkan keuntungan dagang itu dibagi
menurut kesepakatan bersama.[2] Mudharabah dalam bahasa teknis keuangan
dikenal dengan istilah Kerjasama Mitra Usaha dan Investasi atau Trust
Financing, Trust Investment.[3]

Secara umum, mudharabah terbagi atas dua jenis, yaitu mudharabah
muthlaqah dan mudharabah muqayadah.
1. Mudharabah Muthlaqah
Adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal (penyedia dana) dengan
mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi
jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. Penyedia dana melimpahkan kekuasaan
yang sebesar-besarnya kepada mudharib untuk mengelola dananya.
2. Mudharabah Muqayyadah
Adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah, di mana mudharib dibatasi
dengan batasan jenis usaha, waktu, dan tempat usaha yang telah diperjanjikan
di awal akad kerjasama.

Pembagian laba antara penyedia dana dengan mudharib harus berdasarkan
suatu proporsi yang adil dan telah disepakati sebelumnya dan secara
eksplisit disebutkan dalam perjanjian mudharabah. Pembagian laba tidak boleh
dilakukan sebelum kerugian yang ada ditutupi dan modal awal dikembalikan
kepada penyedia dana. Setiap distribusi laba sebelum pentupan perjanjian
mudharabah dipandang sebagai utang. Jika mudharabah tidak ditentukan batas
waktu atau berterusan, diperbolehkan menunjuk secara khusus periode
perhitungan yang disepakati bersama dalam pembagian laba, dengan melihat
masing-masing periode secara independen, dan jika terjadi kerugian pada
periode tertentu dapat ditutupi dengan menggunakan laba dalam periode yang
akan datang sampai persetujuan mudharabah berakhir. Karena itu, dalam hal
mudharabah yang berterusan, diperlukan untuk menyisihkan cadangan dari
sebagian laba untuk menggantikan kerugian yang mungkin timbul di suatu
periode.

Semua kerugian yang terjadi dalam perjalanan bisnis harus ditutup dengan
laba sebelum ditutup oleh ekuitas penyedia dana. Prinsip umum dalam
mudharabah adalah penyedia dana hanya menanggung resiko modal, sedangkan
mudharib hanya menanggung resiko waktu dan usahanya.

Liabilitas penyedia dana dalam kontrak mudharabah terbatas pada
kontribusinya dalam menyediakan modal awal,tidak lebih dari itu. Sang
Mudharib tidak diperbolehkan melakukan bisnis mudharabah untuk jumlah yang
lebih besar dari modal yang diberikan oleh penyedia dana. Jika ia
melakukannya atas dasar kemauannya sendiri, maka mudharib berhak mendapatkan
laba itu dari usaha itu dan juga menanggung kerugian yang timbul.

Mudharabah akan berakhir setelah selesai proyek yang dikerjakan atau
batas waktu yang ditentukan telah berlalu, atau kematian salah satu pihak,
atau pengumuman dari salah satu pihak untuk mengundurkan diri dari
mudharabah dengan niat membubarkannya.


Penulis: MERZA GAMAL (Pengkaji Sosial Ekonomi Islami)


Kemitraan Sebagai Alternatif Permodalan Usaha


Read more!
Pembangunan Ekonomi harus mampu mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh
masyarakat berdasarkan azas demokrasi, kebersamaan, dan kekeluargaan yang
melekat, serta mampu memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua
pelaku ekonomi untuk berperan sesuai dengan bidang usaha masing-masing.
Untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, dibutuhkan sebuah
bentuk kemitraan yang diartikan sebagai kerjasama pihak yang mempunyai modal
dengan pihak yang mempunyai keahlian atau peluang usaha dengan memperhatikan
prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan

Esensi kemitraan jika ditinjau dari sudut pandang tujuan perlindungan
usaha adalah agar kesempatan usaha yang ada dapat dimanfaatkan pula oleh
yang tidak mempunyai modal tetapi punya keahlian untuk memumuk jiwa
wirausaha, bersama-sama dengan pengusaha yang telah diakui keberadaannya.

Pada dasarnya kemitraan secara alamiah akan mencapai tujuannya jika
kaidah saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan dapat
dipertahankan dan dijadikan komitmen dasar yang kuat di antara para pelaku
kemitraan.[1] Implementasi kemitraan yang berhasil harus bertumpu kepada
persaingan sehat dan mencegah terjadinya penyalahgunaan posisi dominan dalam
persekutuan untuk menghindari persaingan.

Alternatif kemitraan dalam pengembangan usaha kecil dan mikro bukan
dimaksudkan untuk memanjakan atau pemihakan yang berlebihan , tetapi justru
upaya untuk peningkatan kemandirian pengusaha kecil dan mikro sebagai pilar
dalam pembangunan ekonomi kerakyatan. Strategi peningkatan skala usaha dan
akses permodalan dengan penyaluran kredit program, jika tidak dilakukan
dengan konsep kemitraan sebagaimana mestinya, pada akhirnya malah akan
menyisakan masalah kredibilitas tersendiri.

Dalam konsep kemitraan semua pihak harus menjadi stake holders dan berada
dalam derajat subyek-subyek bukan subyek-obyek, sehingga pola yang
dijalankan harus dilandasi dengan prinsip-prinsip partisipatif dan
kolaboratif yang melibatkan seluruh stake holders dalam kemitraan yang
dijalankan.

Sebagaimana teori sosial pengembangan masyarakat yang sedang berkembang
akhir-akhir ini, maka dalam menetapkan suatu program pembangunan ekonomi
harus memperhatikan faktor-faktor yang berkembang dan sesuai dengan situasi
dan kondisi masyarakat, adat, budaya, tradisi, moral dan keyakinan agama
yang dianut oleh masyarakat wilayah itu sendiri.

Mengenal Produk Pembiayaan Bank Syariah


Read more!

SAAT ini pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia sungguh sangat pesat. Hal ini ditunjukkan dari pertumbuhan pangsa pasar total aset perbankan syariah, dari hanya 0.2% pada tahun 2000 menjadi 1.3% pada Maret 2005. Sesuai dengan cetak biru Bank Indonesia mengenai perbankan syariah, pada tahun 2011 diproyeksikan perbankan syariah akan memiliki pangsa pasar sebesar 9.1%.

Perlu diketahui, produk-produk perbankan syariah tidak hanya ditujukan bagi orang Islam, hakikatnya untuk semua orang dan semua golongan. Jadi, siapa pun dapat menjadi nasabah Bank Syariah sepanjang dapat mengikuti persyaratan yang ada. Disebut syariah, karena praktik dan produk-produk serta jasa-jasa perbankan yang ditawarkan, disesuaikan dengan hukum Islam. Sehingga, sebenarnya perbankan syariah merupakan salah satu alternatif bagi kita semua untuk menyimpan uang (investasi) maupun melakukan pembiayaan/pinjaman. Hal ini terbukti dari lebih tingginya pangsa pasar penyaluran kredit melalui konsep syariah secara relatif yakni 2,13% dibandingkan dengan pangsa pasar total aset yang hanya 1,3% dari seluruh total perbankan di Indonesia. Informasi terakhir, terdapat 3 bank umum syariah, 17 unit usaha syariah, dan 89 BPR syariah yang dapat melayani jasa perbankan syariah di seluruh Indonesia.

Pada prinsipnya, produk pembiayaan perbankan syariah dapat digolongkan menjadi 4 yakni:

1. Pembiayaan dengan prinsip jual beli
2. Pembiayaan dengan prinsip sewa
3. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil
4. Pembiayaan dengan prinsip akad pelengkap

Pembiayaan dengan prinsip jual beli

Jenis-jenisnya sebagai berikut:

- Pembiayaan Murabahah, adalah transaksi jual beli di mana Bank Syariah bertindak sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli, dengan harga jual dari bank adalah harga beli dari pemasok ditambah keuntungan dalam persentase tertentu bagi Bank Syariah sesuai dengan kesepakatan. Kepemilikan barang akan berpindah kepada nasabah segera setelah perjanjian jual beli ditandatangani dan nasabah akan membayar barang tersebut dengan cicilan tetap yang besarnya sesuai kesepakatan sampai dengan pelunasannya. Contoh bila Pak Badu membutuhkan mesin parut kelapa dengan pembiayaan murabahah maka proses singkatnya adalah sebagai berikut; Katakan harga beli mesin parut kelapa Rp. 1 juta dan sesuai kesepakatan, Bank Syariah meminta keuntungan sebesar 20% maka harga jualnya menjadi Rp 1,2 juta (1 juta + 20% X 1 juta) . Disepakati bahwa utang sebesar Rp 1,2 juta akan dilunasi selama 12 bulan (1 tahun) sehingga cicilan tetap Pak Badu kepada Bank Syariah tersebut adalah Rp 1,2 juta : 12 bulan = Rp. 100 ribu per bulan. Contoh sederhana ini adalah menghilangkan perhitungan pajak pertambahan nilai (PPn), karena sebenarnya transaksi murabahah kurang dapat bersaing dengan cara konvensional (non syariah). Mengapa, karena terjadi perhitungan PPn 2 kali, pada saat bank membeli dari pemasok maka bank membeli dengan harga beli + PPn 10% dan kemudian menjual kembali kepada nasabah dengan ditambah PPn lagi sehingga dalam hal ini nasabah akan kena 2 kali PPn. Oleh karena itu, saat ini sedang disiapkan peraturan perpajakan untuk dapat menghapuskan ketentuan penerapan PPn agar disamakan dengan perlakuan yang diterima oleh bank konvensional ketika melakukan pembiayaan sejenis. Diharapkan, pada tahun 2006 aturan tersebut dapat diterapkan sehingga Bank Syariah dapat bersaing secara sehat dengan bank konvensional dan tentunya masyarakat juga yang akan diuntungkan dengan pilihan pembiayaan yang semakin banyak.

- Pembiayaan Salam adalah transaksi jual beli dan barang yang diperjualbelikan akan diserahkan dalam waktu yang akan datang tetapi pembayaran kepada nasabah dilakukan secara tunai. Syarat utama adalah barang atau hasil produksi yang akan diserahkan kemudian tersebut dapat ditentukan spesifikasinya secara jelas seperti jenis, macam, ukuran, mutu dan jumlahnya. Apabila ternyata nantinya barang yang diserahkan tidak sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan di awal maka nasabah harus bertanggung jawab dengan cara menyediakan barang sejenis yang sesuai dengan spesifikasi atau mengembalikan seluruh uang yang telah diterima. Contohnya petani tembakau membutuhkan uang saat ini sedangkan panen belum tiba, maka petani tersebut dapat meminta kepada Bank Syariah untuk membeli hasil panen yang akan datang dan bank akan menjualnya kembali kepada petani tersebut dengan cicilan yang disepakati dalam jangka waktu tertentu. Tentunya Bank Syariah akan menerapkan persentase keuntungan tertentu sesuai kesepakatan. Contoh lainnya, petani tembakau ingin menjual hasil panennya 2 bulan mendatang kepada pedagang. Dalam hal ini katakan pedagang belum memiliki uang. Maka kedua pihak tersebut dapat pergi ke Bank Syariah dan mengajukan pembiayaan salam. Bank Syariah akan memberikan uang tunai kepada petani tembakau dan pedagang tersebut memiliki utang kepada Bank Syariah dan sesuai dengan kesepakatan akan dicicil dan dilunasi dalam jangka waktu tertentu. Bank akan menambahkan sejumlah persentase keuntungan yang disepakati.

- Pembiayaan Istishna adalah pembiayaan yang menyerupai pembiayaan salam, namun pembayaran oleh Bank Syariah dilakukan secara termin atau beberapa kali dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan. Syarat utama barang adalah sama dengan pembiayaan salam yakni spesifikasi barang dapat ditentukan dengan jelas. Umumnya pembiayaan istishna dilakukan untuk membiayai pembangunan konstruksi. Contoh, Pak Badu ingin membangun ruko di atas tanah yang dimilikinya maka Pak Badu melakukan transaksi jual beli kepada Bank Syariah. Bank Syariah akan menetapkan harga jual ruko yang akan dibangun tersebut kepada Pak Badu dan Pak Badu harus mencicil sampai dengan lunas berdasarkan kesepakatan. Bank Syariah juga akan menunjuk kontraktor yang akan membangun ruko tersebut dan membayar kontraktor sesuai dengan termin pembayaran yang disepakati sampai bangunan ruko tersebut selesai dikerjakan.

Pembiayaan dengan prinsip sewa

Pembiayaan dengan prinsip sewa (ijarah) sebenarnya mirip dengan pembiayaan prinsip jual beli, hanya, objeknya dapat berupa manfaat/jasa. Dalam hal ini hanya terjadi perpindahan manfaat bukan perpindahan kepemilikan. Menurut fatwa Dewan Syariah Nasional, pembiayaan ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang. Bagi yang menyewakan, wajib mempersiapkan barang/jasa yang disewa dan bagi yang menyewa barang atau jasa maka wajib memelihara barang yang disewa. Sebenarnya banyak variasi transaksi ijarah, namun kali ini akan dijelaskan prinsipnya saja. Contohnya Pak Badu ingin menyewa mobil untuk setahun. Maka Pak Badu dapat mengajukan pembiayaan ijarah ke Bank Syariah. Setelah Pak Badu menyetujui syarat dari Bank Syariah mengenai jenis mobil, tarif sewa, periode sewa, dan biaya pemeliharaan maka setelah akad atau perjanjian ditandatangani, Bank Syariah akan membeli atau menyewa mobil kepada pemilik mobil (pedagang, show room dll.) dan menyerahkan mobil tersebut kepada Pak Badu untuk digunakan sampai dengan masa sewa berakhir.

Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil

Jenis-jenisnya adalah sebagai berikut :

- Pembiayaan Musyarakah, dapat dilakukan untuk membiayai suatu proyek bersama antara nasabah dengan bank. Nasabah dapat mengajukan proposal kepada Bank Syariah untuk mendanai suatu proyek tertentu atau usaha tertentu dan kemudian akan disepakati berapa modal dari bank dan berapa modal dari nasabah serta akan ditentukan bagi hasilnya bagi masing-masing pihak berdasarkan persentase pendapatan atau keuntungan bersih dari proyek atau usaha tersebut sesuai dengan kesepakatan.

- Pembiayaan Mudharabah, hampir mirip dengan pembiayaan mudharabah hanya dalam hal ini Bank Syariah akan membiayai 100% kebutuhan dana dari projek/usaha tersebut, sementara nasabah sesuai dengan keahlian yang dimilikinya akan menjalankan projek/usaha tersebut dengan sebaik-baiknya dan bertanggung jawab atas kerugian yang mungkin terjadi. Bank Syariah dan nasabah dapat menentukan bagi hasilnya untuk masing-masing pihak berdasarkan persentase pendapatan atau keuntungan bersih dari projek atau usaha tersebut sesuai dengan kesepakatan.

Pembiayaan prinsip akad pelengkap

Jenis-jenisnya adalah sebagai berikut :

- Anjak Piutang (Hiwalah) adalah pengalihan piutang nasabah kepada Bank Syariah. Misalnya pemasok bahan baku kepada pabrik tertentu, dimana pemasok dibayar secara kredit oleh pabrik maka pemasok tersebut dapat meminta kepada Bank Syariah untuk membayar tunai sejumlah piutang dimaksud dan selanjutnya Bank Syariah yang akan menagih kepada pabrik sesuai dengan termin pembayaran yang ada. Tentunya Bank Syariah akan membebankan biaya jasa kepada pemasok tersebut.

- Gadai (Rahn)adalah transaksi gadai di mana seseorang yang membutuhkan dana dapat menggadaikan barang yang dimilikinya kepada Bank Syariah dan atas izin Bank Syariah orang tersebut dapat menggunakan barang yang digadaikan tersebut dengan syarat harus dipelihara dengan baik. Bank Syariah akan membebankan biaya jasa gadai sesuai dengan kesepakatan.

- Garansi Bank (Kafalah). Bila nasabah membutuhkan garansi Bank Syariah untuk melakukan pekerjaan tertentu, nasabah dapat menempatkan sejumlah uang sebagai jaminan untuk membuka garansi Bank Syariah.

- Perwakilan (Wakalah) adalah bila nasabah meminta kepada Bank Syariah untuk mewakili dirinya melakukan jasa transaksi-transaksi perbankan seperti transfer uang, inkaso, Letter of Credit, dan lain-lain. Tentunya Bank Syariah akan membebankan biaya jasa sesuai dengan kesepakatan

Demikian sekilas mengenai produk-produk pembiayaan yang dapat dilakukan oleh Bank Syariah dan dapat menjadi salah satu alternatif bagi kita, agar usaha dapat semakin berkembang sesuai dengan harapan. Semoga bermanfaat !***


Struktur Sukuk


Read more!

Kata Sukuk berasal dari bahasa Arab (bentuk jamak dari Sak) yang berarti sertifikat. Secara umum sukuk merupakan surat berharga yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah (Islamic bond) yang mewakili hak kepemilikan atas nilai atau manfaat suatu aset, proyek atau kegiatan.

Berdasarkan Keputusan Ketua Bapepam LK Nomor : KEP-130/BL/2006 tanggal 23 Nopember 2006 tentang Penerbitan Efek Syariah disebutkan bahwa Sukuk adalah Efek Syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian penyertaan yang tidak terpisahkan atau tidak terbagi atas : kepemilikan aset berwujud tertentu, nilai manfaat dan jasa atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu, atau kepemilikan atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu

Sedangkan Menurut Dewan Syariah Nasional bahwa Obligasi Syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang Obligasi Syariah yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang Obligasi Syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo..

AAOIFI (The Accounting and Auditing Organisation for Islamic Financial Institutions) merupakan lembaga syariah internasional yang mengatur standar akuntansi, audit, etika, dan syariah membagi sukuk dalam 14 jenis. Antara lain, sukuk Murabahah, Salam, Mudarabah, Musyarakah. Namun, yang paling populer adalah sukuk Al-Ijarah yang didasarkan atas konsep sewa (leasing).

Sukuk merupakan produk pasar modal syariah yang dapat diperdagangkan dengan tenor jangka menengah maupun jangka panjang dengan tingkat pengembalian tetap ataupun floating, tergantung strukturnya. Setiap penerbitan sukuk selalu di-asses dan di-rating oleh agensi rating internasional sehingga para investor dapat mengukur tingkat risiko dan keuntungannya. Sukuk merupakan instrumen yang likuid dan dapat diperdagangkan di secondary market.




Perkembangan Pasar Modal Syariah


Read more!
Oleh Aziz Budi Setiawan
(Peneliti di The Indonesia Economic Intelligence)

Banyak cara untuk melakukan investasi keuangan yang sesuai dengan syariah Islam. Investasi
tersebut dapat dilakukan pada berbagai kegiatan usaha yang berkaitan aktivitas menghasilkan
suatu produk, asset maupun jasa. Karena itu, salah satu bentuk investasi yang sesuai dengan
syariah Islam adalah membeli Efek Syariah. Efek Syariah tersebut mencakup Saham Syariah,
Obligasi Syariah, Reksadana Syariah, Kontrak Investasi Kolektiv Efek Beragun Asset (KIK
EBA) Syariah, dan surat berharga lainnya yang sesuai dengan prinsip syariah.

Investasi dengan pemilikan Efek Syariah dapat dilakukan di Pasar Modal baik secara langsung
pada saat penawaran perdana, maupun melalui transaksi perdagangan sekunder dibursa. Pasar
Modal menjadi alternatif investasi bagi para investor selain alternatif investasi lainnya seperti:
menabung di bank, membeli emas, asuransi, tanah dan bangunan, dan sebagainya.

Sebagaimana dipahami Pasar Modal merupakan kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek tersebut. Pasar Modal bertindak sebagai penghubung antara para investor dengan perusahaan ataupun institusi pemerintah melalui perdagangan instrumen keuangan jangka panjang. Sayangnya selama ini pasar modal menjadi wadah ekonomi yang paling banyak menjalankan transaksi yang dilarang seperti bunga (riba), perjudian (gambling/maysir), gharar, penipuan dan lain-lain. Upaya untuk melakukan Islamisasi pada sektor perputaran modal yang sangat vital bagi perekonomian modern ini semakin gencar.


Islamisasi Pasar Modal

Dilihat dari sisi syariah, pasar modal adalah salah satu sarana atau produk muamalah. Transaksi didalam pasar modal, menurut prinsip hukum syariah tidak dilarang atau dibolehkan sepanjang tidak terdapat transaksi yang bertentangan dengan ketentuan yang telah digariskan oleh syariah.

Diantara yang dilarang oleh syariah adalah transaksi yang mengandung bunga dan riba. Larangan transaksi bunga (riba) sangat jelas, karena itu transaksi dipasar modal yang didalamnya terdapat bunga (riba) tidak diperkenankan oleh Syari’ah.

Syari’ah juga melarang transaksi yang didalamnya terdapat spekulasi dan mengandung gharar
atau ketidakjelasan yaitu transaksi yang didalamnya dimungkinkan terjadinya penipuan (khida’). Termasuk dalam pengertian ini: melakukan penawaran palsu (najsy); transaksi atas barang yang belum dimiliki (short selling/bai’u maalaisa bimamluk); menjual sesuatu yang belum jelas (bai’ulma’dum); pembelian untuk penimbunan efek (ihtikar) dan menyebarluaskan informasi yang menyesatkan atau memakai informasi orang dalam untuk memperoleh keuntungan transaksi yang dilarang (insider trading).

Dengan adanya berbagai ketentuan dan pandangan syariah seperti diatas, maka investasi tidak dapat dilakukan terhadap semua produk pasar modal karena diantara produk pasar modal itu banyak yang bertentangan dengan syari’ah. Oleh karena itu investasi di pasar modal harus
dilakukan dengan selektif dan dengan hati-hati (ihtiyat) supaya tidak masuk kepada produk non
halal. Sehingga hal inilah yang mendorong islamisasi pasar modal.

Terkait dengan upaya pengembangan pasar modal syariah, hingga saat ini terdapat 6 (enam)
Fatwa DSN-MUI yang berkaitan dengan industri pasar modal. Fatwa-fatwa tersebut adalah:
Fatwa No.05 tahun 2000 tentang Jual Beli Saham; No.20 tahun 2000 tentang Pedoman
Pelaksanaan Investasi Untuk Reksa Dana Syariah; No.32 tahun 2002 tentang Obligasi Syariah;

No.33 tahun 2002 tentang Obligasi Syariah Mudharabah; No.40 tahun 2003 tentang Pasar Modal
dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip syariah di Bidang Pasar Modal; dan yang terakhir fatwa No.41 tahun 2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah.

Bentuk ideal dari pasar modal syariah dapat dicapai dengan islamisasi empat pilar pasar modal,
yaitu;
(a) Emiten (perusahaan) dan efek yang diterbitkannya didorong untuk memenuhi kaidah
syariah, keadilan, kehati-hatian dan transparansi;
(b) Pelaku pasar (investor) harus memiliki
pemahaman yang baik tentang ketentuan muamalah, manfaat dan risiko transaksi di pasar modal;
(c) Infrastruktur informasi bursa efek yang jujur, transparan dan tepat waktu yang merata di
publik yang ditunjang oleh mekanisme pasar yang wajar;
(d) Pengawasan dan penegakan hukum oleh otoritas pasar modal dapat diselenggarakan secara adil, efisien, efektif dan ekonomis.

Selain itu prinsip-prinsip Syariah juga akan memberikan penekanan (emphasis) pada:
(a) Kehalalan produk/jasa dari kegiatan usaha, karena menurut prinsip Syariah manusia hanya boleh memperoleh keuntungan atau penambahan harta dari hal-hal yang halal dan baik;
(b) Adanya kegiatan usaha yang spesifik dengan manfaat yang jelas, sehingga tidak ada keraguan akan hasil
usaha yang akan menjadi obyek dalam perhitungan keuntungan yang diperoleh;
(c) Adanya
mekanisme bagi hasil yang adil –baik dalam untung maupun rugi- menurut penyertaan masing-
masing pihak; dan (d) Penekanan pada mekanisme pasar yang wajar dan prinsip kehati-hatian
baik pada emiten maupun investor.


Perkembangan Pasar Modal Syariah.

Dengan diterbitkannya fatwa-fatwa yang berkaitan dengan pasar modal, telah memberikan dorongan untuk mengembangkan alternatif sumber pembiayaan yang sekaligus menambah
alternatif instrumen investasi halal. Perkembangan pasar modal syariah saat ini ditandai dengan
maraknya perusahaan yang listing di Jakarta Islamic Index (JII), penawaran umum Obligasi
Syariah dan juga Reksadana Syariah.

Kinerja saham syariah yang terdaftar dalam JII mengalami perkembangan yang cukup
mengembirakan. Hal ini terlihat dari kenaikan JII sebesar 38,60% jika dibandingkan dengan akhir tahun 2003. Kapitalisasi pasar saham syariah yang terdaftar dalam JII juga meningkat signifikan, yaitu sebesar 46,06% dari Rp.177,78 triliun menjadi Rp.259,66 triliun pada akhir Desember 2004.

Dengan keluarnya fatwa Obligasi Ijarah tahun 2004 telah mendorong sebanyak 7 (tujuh) emiten mendapat pernyataan efektif dari Bapepam untuk dapat menawarkan Obligasi Syariah Ijarah dengan total nilai emisi sebesar Rp.642 Miliar. Sehingga sampai dengan akhir 2004 ini, secara kumulatif terdapat 13 (tiga belas) obligasi syariah dengan total nilai emisi sebesar Rp.1,38 triliun. Hal ini berarti bahwa jumlah obligasi syariah telah tumbuh sebesar 116,67% dan nilai emisi obligasi syariah tumbuh sebesar 86,7% jika dibandingkan dengan akhir tahun 2003.

Reksadana syariah juga tumbuh sangat mengesankan, sebelumnya pada tahun 2003 hanya ada 3 (tiga) reksa dana syariah yang efektif, kemudian bertambah secara kumulatif menjadi 10 (sepuluh) reksa dana syariah sampai dengan akhir 2004.

Bapepam juga telah membentuk unit khusus yang membawahi pengembangan kebijakan pasar
modal syariah pada Oktober 2004 yang lalu. Pembentukan unit khusus ini dalam rangka
mengembangkan pasar modal syariah serta melihat tantangan yang semakin besar untuk
mengatur dan mengawasi kegiatan pasar modal syariah yang semakin berkembang.
Meki pasar modal syariah awalnya adalah ironi, karena Equity Fund pertama (the Amana Fund)
didirikan Juni 1986 oleh the North American Islamic Trust dan Dow Jones Islamic Market Index
(DJIM) diluncurkan Februari 1999 oleh Dow Jones Indexes berada di negeri kapitalis AS, tetapi
sekarang ia menjadi keniscayaan dan tanggungjawab kita untuk mengelola dan mengawalnya.
Agar tidak menjadi trojan yang dikendarai kapitalisme global. Wallahu ’alam bi-shawab.

Karakteristik transaksi perbankan syariah


Read more!

Karakteristik transaksi perbankan syariah

berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 59

yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) :

1. MUDHARABAH

v Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara pemilik dana (shahibul maal) dan pengelola dana (mudharib) dengan nisbah bagi hasil menurut kesepakatan di muka.

v Jika usaha mengalami kerugian maka seluruh kerugian ditanggung oleh pemilik dana, kecuali jika ditemukan adanya kelalaian atau kesalahan oleh pengelola dana, seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahangunaan dana.

v Mudharabah terdiri dari 2 jenis yaitu mudharabah muthlaqah (investasi tidak terikat) dan mudharabah muqayyadah (investasi terikat).

v Mudharabah muthlaqah adalah mudharabah dimana pemilik dana memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan investasinya.


v Mudharabah muqayyadah adalah mudharabah dimana pemilik dana memberikan batasan kepada pengelola dana mengenai tempat, cara dan obyek investasi. Sebagai contoh, pengelola dana dapat diperintahkan untuk:

a. tidak mencampurkan dana pemilik dana dengan dana lainnya;

b. tidak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan, tanpa penjamin atau tanpa jaminan; atau

c. mengharuskan pengelola dana untuk melakukan investasi sendiri tanpa melalui pihak ketiga.


v Bank dapat bertindak baik sebagai pemilik dana maupun pengelola dana. Apabila bank bertindak sebagai pemilik dana maka dana yang disalurkan disebut pembiayaan mudharabah. Apabila bank sebagai pengelola dana maka dana yang diterima:

a. dalam mudharabah muqayyadah disajikan dalam laporan perubahan investasi terikat dari nasabah; atau

b. dalam mudharabah muthlaqah disajikan dalam neraca sebagai investasi tidak terikat.

v Pengembalian pembiayaan mudharabah dapat dilakukan bersamaan dengan distribusi bagi hasil atau pada saat diakhirinya mudharabah.

v Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar pengelola dana tidak melakukan penyimpangan, pemilik dana dapat meminta jaminan dari pengelola dana atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila pengelola dana terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad.

v Bagi hasil mudharabah dapat dilakukan dengan menggunakan 2 metode, yaitu bagi laba (profit sharing) atau bagi pendapatan (revenue sharing). Bagi laba dihitung dari pendapatan setelah dikurangi beban yang berkaitan dengan pengelolaan dana mudharabah. Sedangkan bagi pendapatan dihitung dari total pendapatan dengan pengelolaan dana mudharabah.

2. MUSYARAKAH

v Musyarakah adalah akad kerjasama di antara para pemilik modal yang mencampurkan modal mereka untuk tujuan mencari keuntungan.

v Dalam musyarakah, mitra dan bank sama-sama menyediakan modal untuk membiayai suatu usaha tertentu, baik yang sudah berjalan maupun yang baru. Selanjutnya mitra dapat mengembalikan modal tersebut berikut bagi hasil yang telah disepakati secara bertahap atau sekaligus kepada bank.

v Pembiayaan musyarakah dapat diberikan dalam bentuk kas, setara kas atau aktiva non kas, termasuk aktiva tidak berwujud, seperti lisensi dan hak paten.

v Karena setiap mitra tidak dapat menjamin modal mitra lainnya maka setiap mitra dapat meminta mitra lainnyauntuk menyediakan jaminan atas kelalaian atau kesalahan yang disengaja. Beberapa hal yang menunjukkan adanya kesalahan yang disengaja ialah pelanggaran terhadap akad, antara lain penyalahgunaan dana pembiayaan, manipulasi biaya dan pendapatan operasional, pelaksanaan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah. Jika tidak terdapat kesepakatan antara pihak yang bersengketa, kesalahan yang disengaja harus dibuktikan berdasarkan badan arbitrase atau pengadilan.

v Laba musyarakah dibagi diantara para mitra, baik secara proporsional sesuai dengan modal yang disetorkan (baik berupa kas maupun aktiva lainnya) atau sesuai nisbah yang disepakati semua mitra. Sedangkan rugi dibebankan secara proporsional sesuai dengan modal yang disetorkan (baik berupa kas maupun aktiva lainnya).

v Musyarakah dapat bersifat musyarakah permanen maupun menurun. Dalam musyarakah permanen, bagian modal setiap mitra ditentukan sesuai akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa akad. Sedangkan dalam musyarakah menurun, bagian modal bank akan dialihkan secara bertahap kepada mitra sehingga bagian modal bank akan menurun dan pada akhir masa akad, mita akan menjadi pemilik usaha tersebut.

3. MURABAHAH

v Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.

v Murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan. Dalam murabahah berdasarkan pesanan, bank melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari nasabah.

v Murabahah berdasarkan pesanan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat nasabah untuk membeli barang yang dipesannya. Dalam murabahah pesanan mengikat pembeli tidak dapat membatalkan pesanannya. Apabila aktiva murabahah yang telah dibeli bank (sebagai penjual) dalam murabahah pesanan mengikat mengalami penurunan nilai sebelum diserahkan kepada pembeli maka penurunan nilai tersebut menjadi beban penjual (bank) dan penjual (bank) akan mengurangi nilai akad.

v Pembayaran murabahah dapat dilakukan secara tunai atau cicilan. Selain itu, dalam murabahah juga diperkenankan adanya perbedaan dalam harga untuk cara pembayaran yang berbeda.

v Bank dapat memberikan potongan apabila nasabah:

a. mempercepat pembayaran cicilan; atau

b. melunasi piutang murabahah sebelum jatuh tempo.

v Harga yang disepakati dalam murabahah adalah harga jual sedangkan harga beli harus diberitahukan. Jika bank mendapat potongan dari pemasok maka potongan itu merupakan hak nasabah. Apabila potongan tersebut terjadi setelah akad maka pembagian potongan tersebut dilakukan berdasarkan perjanjian yang dimuat dalam akad.

v Bank dapat meminta nasabah menyediakan agunan atas piutang murabahah, antara lain dalam bentuk barang yang telah dibeli dari bank.

v Bank dapat meminta kepada nasabah urbun sebagai uang muka pembelian pada saat akad apabila kedua belah pihak bersepakat. Urbun menjadi bagian pelunasan piutang murabahah apabila murabahah jadi dilaksanakan. Tetapi apabila murabahah batal, urbun dikembalikan kepada nasabah setelah dikurangi dengan kerugian sesuai dengan kesepakatan. Jika uang muka itu lebih kecil dari kerugian bank maka bank dapat meminta tambahan dari nasabah.

v Apabila nasabah tidak dapat memenuhi piutang murabahah sesuai dengan yang diperjanjikan, bank berhak mengenakan denda kecuali jika dapat dibuktikan bahwa nasabah tidak mampu melunasi. Denda diterapkan bagi nasabah mampu yang menunda pembayaran. Denda tersebut didasarkan pada pendekatan ta’zir yaitu untuk membuat nasabah lebih disiplin terhadap kewajibannya. Besarnya denda sesuai dengan yang diperjanjikan dalam akad dan dana yang berasal dari denda diperuntukkan sebagai dana sosial (qardhul hasan).

4. SALAM DAN SALAM PARALEL

v Salam adalah akad jual beli muslam fiih (barang pesanan) dengan penangguhan pengiriman oleh muslam ilaihi (penjual) dan pelunasannya dilakukan segera oleh pembeli sebelum barang pesanan tersebut diterima sesuai dengan syarat-syarat tertentu.

v Bank dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual dalam suatu transaksi salam. Jika bank bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang pesanan dengan cara salam maka hal ini disebut salam paralel.

v Salam paralel dapat dilakukan dengan syarat:

a. akad kedua antara bank dan pemasok terpisah dari akad pertama antara bank dan pembeli akhir; dan

b. akad kedua dilakukan setelah akad pertama sah.

v Spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati oleh pembeli dan penjual diawal akad. Ketentuan harga barang pesanan tidak dapat berubah selama jangka waktu akad. Dalam hal bank bertindak sebagai pembeli, bank syariah dapat meminta jaminan kepada nasabah untuk menghindari resiko yang merugikan bank.

v Barang pesanan harus diketahui karakteristiknya secara umum yang meliputi: jenis, spesifikasi teknis, kualitas dan kuantitatasnya. Barang pesanan harus sesuai dengan karakteristik yang telah disepakati antara pembeli dan penjual. Jika barang pesanan yang dikirimkan salah atau cacat maka penjual harus bertanggung jawab atas kelalaiannya.

5. ISTISHNA DAN ISTISHNA PARALEL

v Istishna adalah akad jual beli antara al-mustashni (pembeli) dan as-shani (produsen yang juga bertindak sebagai penjual). Berdasarkan akad tersebut, pembeli menugasi produsen untuk menyediakan al-mashnu (barang pesanan) sesuai spesifikasi yang disyaratkan pembeli dan menjualnya dengan harga yang disepakati. Cara pembayaran dapat berupa pembayaran dimuka, cicilan atau ditangguhkan sampai jangka waktu tertentu.

v Spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati oleh pembeli dan produsen/penjual di awal akad. Ketentuan harga barang pesanan tidak dapat berubah selama jangka waktu akad.

v Barang pesanan harus diketahui karakteristiknya secara umum yang meliputi: jenis, spesifikasi teknis, kualitas dan kuantitatasnya. Barang pesanan harus sesuai dengan karakteristik yang telah disepakati antara pembeli dan produsen/penjual. Jika barang pesanan yang dikirimkan salah atau cacat maka produsen/penjual harus bertanggung jawab atas kelalaiannya.

v Bank dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual dalam suatu transaksi istishna. Jika bank bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain (sub-kontraktor) untuk menyediakan barang pesanan dengan cara istishna maka hal ini disebut istishna paralel.

v Istishna paralel dapat dilakukan dengan syarat :

a. akad kedua antara bank dan sub-kontraktor terpisah dari akad pertama antara bank dan pembeli akhir; dan

b. akad kedua dilakukan setelah akad pertama sah.

v Pada dasarnya istishna tidak dapat dibatalkan, kecuali memenuhi kondisi:

a. kedua belah pihak setuju untuk menghentikannya; atau

b. akad batal demi hukum karena timbul kondisi hukum yang dapat menghalangi pelaksanaan atau penyelesaian akad.

v Pembeli mempunyai hak untuk memperoleh jaminan dari produsen/penjual atas:

a. jumlah yang telah dibayarkan; dan

b. penyerahan barang pesanan sesuai dengan spesifikasi dan tepat waktu.

v Produsen/penjual mempunyai hak untuk mendapatkan jaminan bahwa harga yang disepakati akan dibayar tepat waktu.

v Perpindahan kepemilikan barang pesanan dari produsen/penjual ke pembeli dilakukan pada saat penyerahan sebesar jumlah yang disepakati.

6. IJARAH DAN IJARAH MUNTAHIYAH BITTAMLIK

v Ijarah adalah akad sewa-menyewa antara pemilik obyek sewa (ma’jur) dan penyewa (musta’jir) untuk mendapat imbalan atas obyek sewa yang disewakanya.

v Ijarah muntahiyah bittamlik adalah akad sewa-menyewa antara pemilik obyek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas obyek sewa yang disewakannya dengan opsi perpindahan hak milik obyek sewa pada saat tertentu sesuai dengan akad sewa.

v Perpindahan hak milik obyek sewa kepada penyewa dalam ijarah muntahiyah bittamlik dapat dilakukan dengan:

a. hibah;

b. penjualan sebelum akad berakhir sebesar harga yang sebanding dengan sisa cicilan sewa;

c. penjualan pada akhir masa sewa dengan pembayaran tertentu yang disepakati pada awal akad; dan

d. penjualan secara bertahap sebesar harga tertentu yang disepakati dalam akad.

v Pemilik obyek sewa dapat meminta penyewa menyerahkan jaminan atas ijarah untuk menghindari resiko kerugian. Jumlah, ukuran dan jenis obyek sewa harus jelas diketahui dan tercantum dalam akad.

7. WADIAH

v Wadiah adalah titipan nasabah yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat apabila nasabah yang bersangkutan menghendaki. Bank bertanggung jawab atas pengembalian titipan.

v Wadiah dibagi atas wadiah yad-dhamanah dan wadiah yad-amanah. Wadiah yad-dhamanah adalah titipan yang selama belum dikembalikan kepada penitip dapat dimanfaatkan oleh penerima titipan. Apabila dari hasil pemanfaatan tersebut diperoleh keuntungan maka seluruhnya menjadi hak penerima titipan. Sedangkan wadiah yad-amanah, penerima titipan tidak boleh memanfaatkan barang titipan tersebut sampai diambil kembali oleh penitip.

v Penerima titipan dalam transaksi wadiah dapat:

v meminta ujrah (imbalan) atas penitipan barang/uang tersebut; dan

v memberikan bonus kepada penitip dari hasil pemanfaatan barang/uang titipan (wadiah yad-dhamanah), namun tidak boleh diperjanjikan sebelumnya dan besarnya tergantung pada kebijakan penerima titipan.

8. QARDH

v Pinjaman Qardh adalah penyediaan dana atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara peminjam dan pihak yang meminjamkan yang mewajibkan peminjam melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu. Pihak yang meminjamkan dapat menerima imbalan, namun tidak diperkenankan untuk dipersyaratkan di dalam perjanjian.

v Bank syariah disamping memberikan pinjaman qardh, juga dapat menyalurkan pinjaman dalam bentuk qardhul hasan. Qardhul hasan adalah pinjaman tanpa imbalan yang memungkinkan peminjam untuk menggunakan dana tersebut selama jangka waktu tertentu dan mengembalikan dalam jumlah yang sama pada akhir periode yang disepakati.

v Jika peminjam mengalami kerugian bukan karena kelalaianya maka kerugian tersebut dapat mengurangi jumlah pinjaman. Pelaporan qardhul hasan disajikan tersendiri dalam laporan sumber dan penggunaan dana qardhul hasan karena dana tersebut bukan aset bank yang bersangkutan.

v Sumber dana qardhul hasan berasal dari eksternal dan internal. Sumber dana eksternal meliputi dana qardh yang diterima bank syariah dari pihak lain (misalnya dari sumbangan, infak, shadaqah dan sebagainya), dana yang disediakan oleh para pemilik bank syariah dan hasil pendapatan non halal. Sumber dana internal meliputi qardhul hasan.

9. SHARF

v Sharf adalah akad jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya. Transaksi valuta asing pada bank syariah (di luar jual beli banknotes) hanya dapat dilakukan untuk tujuan lindung nilai (hedging) dan tidak dibenarkan untuk tujuan spekulatif.